Senin, 27 Maret 2017

Analisis Puisi "Surat Dari Ibu" Asrul Sani

Perayaan Hari Puisi Sedunia
Bertempat di belakang halaman Fakultas Ilmu Budaya Unmul, pada tanggal 21 maret kemarin ukm fib yakni hima sasindo merayakan hari puisi sedunia. Tidak ada tema khusus, tapi acara berjalan dengan khidmat. Acara yang awalnya sudah disambut dengan cuaca yang mendung tidak menggoyahkan semangat saat itu. Pembacaan puisi dimulai dengan pembacaan puisi pertama yang dibacakan langsung oleh ketua umum hima sasindo. Dilanjut dengan dosen-dosen fib yang membacakan puisi dengan berbagai macam gaya, irama serta penghayatan yang mendalam. Para mahasiswanya pun ikut andil dalam pembacaan puisi. Tak kalah dengan para dosen mahasiswa fib yang mayoritas sastra pun sangat mendalami arti pesan serta makna yang terkandung dalam puisi-puisi yang mereka bawakan.
Walau sempat diguyur rintik hujan ditengah acara berlangsung taka da yang surut semangat untuk tetap melanjutkan acara. Semangat menyuarakan, mengekspresikan bait-bait alunan indah setiap rangkaian kata dari setiap puisi yang dibacakan. Rintik hujan saat itu pun serasa bentuk ekspresi alam, merasa ikut hanyut dalam perayaan hari itu.
Perayaan hari puisi selasa lalu juga sangat bermakna serta bermanfaat khususnya mahasiswa sastra. Karna dapat menambah pengetahuan serta wawasan akan puisi lebih jauh. Perayaan tersebut juga membantu mahasiswa agar lebih tahu lagi mengenai atau bentuk-bentu serta cara pembacaan puisis yang beragam. Ekspresi wajah yang diperlihatkan pembaca sangat membaca puisi beracam-macam. Lebih tahu pula jauh tentang pemaknaan puisi. Isi puisi yang mana setiap orang berbeda-beda memaknainya.
Perayaan hari puisi ini merupakan sebuah bentuk apresiasi. Apresiasi puisi dimaksudkan sebagai ragam kegiatan untuk mengenal dan memahami puisi. Apresiasi puisi dapat dilakukan melalui berbagai cara yang memungkinkan para peserta didik, anggota kelompok dan komunitas seni memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh wawasan mengenai hakikat dan makna puisi. (Salad, 2014:24)



Analisis Puisi “surat dari ibu” Karya Asrul Sani Berdasarkan Strata Lapis  Norma
Surat Dari Ibu
Asrul Sani
Pergi ke dunia anak-anakku
Sayang
Pergi ke hidup bebas!
Selama angin masih angin
Buritan
Dan matahari pagi menyinar
Daun-daunan
Dalam rimba dan padang hijau.

Pergi ke laut lepas, anakku
Sayang
Pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang
Dan warna senja belum
Kemerah-merahan
Menutup pintu waktu lampau.

Jika bayang telah pudar
Dan elang laut pulang ke
Sarang
Angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
Dan nahkoda sudah tahu
Pedoman
Boleh engkau datang padaku!

Kembali pulang, anakku sayang
Kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
”tentang cinta dan hidupmu
Pagi hari”

Lewat puisi diatas , Asrul Sani mengisahkan tentang pentingnya mengembara, yang bukan hanya bertujuan mencari kesenangan belaka, melainkan juga bertujuan mencari pengalaman hidup serta ilmu pengetahuan yang lebih luas lagi, yang berguna bagi kehidupan itu sendiri.

Menganalisis puisi “surat dari ibu” karya Asrul Sani melalui strata lapis makna, yaitu.
1.      Lapis Suara (sound stratum)
Lapis norma pertama adalah lapis bunyi (sound stratum). Saat orang membaca puisi, maka yang terdengar itu ialah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Tetapi, suara itu bukan hanya suara tak berarti. Suara sesuai dengan konvensi bahasa, disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti. Dengan adanya satuan-satuan suara itu orang menangkap artinya. Maka lapis bunyi itu menjadi dasar timbulnya lapis kedua, yaitu lapis arti.
Dalam lapis ini, puisi tidak bersajak aa, bb atau ab, ab jadi puisi ini tidak termasuk dalam lapis suara.

2.      Lapis Arti (units of meaning)
Lapis arti berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat. Semuanya itu merupakan satuan-satuan arti. Rangkaian kalimat menjadi alinea, bab, dan keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak. Rangkaian satuan-satuan arti ini menimbulkan lapis ketiga, yaitu berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan.
      Riffaterre, dalam bukunya semiotics of poetry, mengemukakan empat pokok yang harus diperhatikan untuk memprodksi arti (makna), yaitu (1) ketaklangsungan ekspresi puisi, (2) pembaca heuristic dan hermeneutic atau retroaktif, (3) matriks, model, varian-varian, dan (4) hipogram. (Ratih.2016;5).
Puisi memiliki arti dan juga sebuah nilai atau pegangan dasar dalam kehidupan adalah sebuah konsepsi abstrak yang menjadi acuan atau pedoman utama untuk mengenal masalah mendasar dan umum yang sangat penting dan ditinggikan dalam kehidupan suatu masyarakat, bangsa dan bahkan kemanusiaan. Ia menjadi acuan tingkah laku sebagian besar masyarakat yang bersangkutan, mengkristal dalam alam pikiran dan keyakinan mereka, cenderung bersifat langgeng dan tidak mudah berubah atau tergantikan(Sutomo,2007).
Dalam bait pertama dalam puisi diatas mengisahkan bahwa orang tua yang menyuruh anaknya untuk pergi merantau. Dalam bait kedua puisi tersebut menggambarkan perintah dari orang tua yang meyakinkan anaknya agar lebih yakin lagi pergi ke perantauan yang di tuju. Dalam bait ketiga puisi mengisahkan bahwa jika sang anak telah berhasil di perantauan maka orangtuanya berharap ia kembali ke tempat asalnya tinggal. Selanjutnya dalam bait keempat puisi diatas menerangkan bahwa telah kembalinya seorang anak dari perantauannya dan menceritakan pengalamannya selama di perantauannya kepada orangtuanya.

3.      Lapis Ketiga
Lapis satuan arti menimbulkan lapis yang ketiga, berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, dan dunia pengarang. Latar sangat penting dalam sajak karena memberikan suasana yang sangat diperlukan dalam usaha kita menafsirkan puisi. Masing-masing latar membantu pembaca membayangkan situasi dan suasana yang diperlukan untuk melatari peristiwa (Damono, 2016:39).
Latar dalam puisi antara lain : Dunia, Laut Lepas, Alam Bebas, Sarang, Benua dan Tepi.

4.      Lapis Keempat
Lapis keempat ialah lapis “dunia” yang tak usah dinyatakan, tetapi sudah implisit. (Pradopo.18).
Dalam lapis keempat ini membahas dimana suatu kata pasti mengandung makna. Seperti dalam kata “pergi ke hidup bebas!” kata bebas disini mengandung arti bahwa pergi ke tempat dimana ia bisa melakukan apa yang ia anggap benar dengan keinginannya.


5.      Lapis Kelima
Lapis kelima adalah lapis metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. (Pradopo,2012:19).
Pada lapis ini menyampaikan makna dimana pesan dari orang tua kepada anaknya. Bahwasanya kelak seorang anak akan pergi merantau jauh dari orangtua tak lagi seperti saat ia masih kecil selalu dilindungi dan dirawat. Saat ia tumbuh dewasa datang saatnya bahwa ia harus pergi mengenal dunia luar lebih jauh lagi. Memahami bagaimana dunia itu sebenarnya. Dan pada bait dibawahnya mada kata “kita akan bercerita” dimana kata bercerita dimaknai bahwa si anak agar mengisahkan kisah hidupnya saat ia berada di perantauan.


Referensi :
=> Pradopo,Rachmat Djoko.2012.Pengkajian Puisi.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
=> Salad,Hamdy.2014.Panduan Wacana dan Apresiasi.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
=> Maulana, Soni Farid.2004.Selintas Pintas Puisi Indonesia.Bandung:Grafindo Media Pratama.
=> Damono, Sapardi Djoko.2016.Bilang begini maksudnya Begitu.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
=> Ratih,Rina.2016.Teori dan Aplikasi Semiotik Michael Riffaterre.Yogyakarta;Pustaka Pelajar.
=> Sumardjo,Jakob K.M,Saini.1991.Apresiasi Kesusastraan.Jakarta;Gramedia.

=> Ismawati,Esti.2013.Pengajaran Bahasa.Yogyakarta;Ombak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar