Perayaan Hari Puisi Sedunia
Bertempat
di belakang halaman Fakultas Ilmu Budaya Unmul, pada tanggal 21 maret kemarin
ukm fib yakni hima sasindo merayakan hari puisi sedunia. Tidak ada tema khusus,
tapi acara berjalan dengan khidmat. Acara yang awalnya sudah disambut dengan
cuaca yang mendung tidak menggoyahkan semangat saat itu. Pembacaan puisi
dimulai dengan pembacaan puisi pertama yang dibacakan langsung oleh ketua umum
hima sasindo. Dilanjut dengan dosen-dosen fib yang membacakan puisi dengan
berbagai macam gaya, irama serta penghayatan yang mendalam. Para mahasiswanya
pun ikut andil dalam pembacaan puisi. Tak kalah dengan para dosen mahasiswa fib
yang mayoritas sastra pun sangat mendalami arti pesan serta makna yang
terkandung dalam puisi-puisi yang mereka bawakan.
Walau
sempat diguyur rintik hujan ditengah acara berlangsung taka da yang surut
semangat untuk tetap melanjutkan acara. Semangat menyuarakan, mengekspresikan
bait-bait alunan indah setiap rangkaian kata dari setiap puisi yang dibacakan.
Rintik hujan saat itu pun serasa bentuk ekspresi alam, merasa ikut hanyut dalam
perayaan hari itu.
Perayaan
hari puisi selasa lalu juga sangat bermakna serta bermanfaat khususnya
mahasiswa sastra. Karna dapat menambah pengetahuan serta wawasan akan puisi
lebih jauh. Perayaan tersebut juga membantu mahasiswa agar lebih tahu lagi
mengenai atau bentuk-bentu serta cara pembacaan puisis yang beragam. Ekspresi
wajah yang diperlihatkan pembaca sangat membaca puisi beracam-macam. Lebih tahu
pula jauh tentang pemaknaan puisi. Isi puisi yang mana setiap orang
berbeda-beda memaknainya.
Perayaan
hari puisi ini merupakan sebuah bentuk apresiasi. Apresiasi puisi dimaksudkan
sebagai ragam kegiatan untuk mengenal dan memahami puisi. Apresiasi puisi dapat
dilakukan melalui berbagai cara yang memungkinkan para peserta didik, anggota
kelompok dan komunitas seni memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
wawasan mengenai hakikat dan makna puisi. (Salad, 2014:24)
Analisis Puisi “surat dari ibu”
Karya Asrul Sani Berdasarkan Strata Lapis Norma
Surat
Dari Ibu
Asrul
Sani
Pergi ke dunia
anak-anakku
Sayang
Pergi ke hidup bebas!
Selama angin masih
angin
Buritan
Dan matahari pagi
menyinar
Daun-daunan
Dalam rimba dan padang
hijau.
Pergi ke laut lepas,
anakku
Sayang
Pergi ke alam bebas!
Selama hari belum
petang
Dan warna senja belum
Kemerah-merahan
Menutup pintu waktu
lampau.
Jika bayang telah pudar
Dan elang laut pulang
ke
Sarang
Angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering
sendiri
Dan nahkoda sudah tahu
Pedoman
Boleh engkau datang
padaku!
Kembali pulang, anakku
sayang
Kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah
rapat ke tepi
Kita akan bercerita
”tentang cinta dan
hidupmu
Pagi hari”
Lewat
puisi diatas , Asrul Sani mengisahkan tentang pentingnya mengembara, yang bukan
hanya bertujuan mencari kesenangan belaka, melainkan juga bertujuan mencari
pengalaman hidup serta ilmu pengetahuan yang lebih luas lagi, yang berguna bagi
kehidupan itu sendiri.
Menganalisis
puisi “surat dari ibu” karya Asrul Sani melalui strata lapis makna, yaitu.
1. Lapis
Suara (sound stratum)
Lapis norma pertama
adalah lapis bunyi (sound stratum). Saat orang membaca puisi, maka yang
terdengar itu ialah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang,
dan panjang. Tetapi, suara itu bukan hanya suara tak berarti. Suara sesuai
dengan konvensi bahasa, disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti. Dengan
adanya satuan-satuan suara itu orang menangkap artinya. Maka lapis bunyi itu
menjadi dasar timbulnya lapis kedua, yaitu lapis arti.
Dalam lapis ini, puisi tidak
bersajak aa, bb atau ab, ab jadi puisi ini tidak termasuk dalam lapis suara.
2. Lapis
Arti (units of meaning)
Lapis
arti berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat. Semuanya itu
merupakan satuan-satuan arti. Rangkaian kalimat menjadi alinea, bab, dan
keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak. Rangkaian satuan-satuan arti ini
menimbulkan lapis ketiga, yaitu berupa latar, pelaku, objek-objek yang
dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan.
Riffaterre,
dalam bukunya semiotics of poetry, mengemukakan empat pokok yang harus
diperhatikan untuk memprodksi arti (makna), yaitu (1) ketaklangsungan ekspresi
puisi, (2) pembaca heuristic dan hermeneutic atau retroaktif, (3) matriks,
model, varian-varian, dan (4) hipogram. (Ratih.2016;5).
Puisi
memiliki arti dan juga sebuah nilai atau pegangan dasar dalam kehidupan adalah
sebuah konsepsi abstrak yang menjadi acuan atau pedoman utama untuk mengenal
masalah mendasar dan umum yang sangat penting dan ditinggikan dalam kehidupan
suatu masyarakat, bangsa dan bahkan kemanusiaan. Ia menjadi acuan tingkah laku
sebagian besar masyarakat yang bersangkutan, mengkristal dalam alam pikiran dan
keyakinan mereka, cenderung bersifat langgeng dan tidak mudah berubah atau
tergantikan(Sutomo,2007).
Dalam bait
pertama dalam puisi diatas mengisahkan bahwa orang tua yang menyuruh anaknya
untuk pergi merantau. Dalam bait kedua puisi tersebut menggambarkan perintah
dari orang tua yang meyakinkan anaknya agar lebih yakin lagi pergi ke
perantauan yang di tuju. Dalam bait ketiga puisi mengisahkan bahwa jika sang
anak telah berhasil di perantauan maka orangtuanya berharap ia kembali ke
tempat asalnya tinggal. Selanjutnya dalam bait keempat puisi diatas menerangkan
bahwa telah kembalinya seorang anak dari perantauannya dan menceritakan
pengalamannya selama di perantauannya kepada orangtuanya.
3. Lapis
Ketiga
Lapis satuan arti
menimbulkan lapis yang ketiga, berupa objek-objek yang dikemukakan, latar,
pelaku, dan dunia pengarang. Latar sangat penting dalam sajak karena memberikan
suasana yang sangat diperlukan dalam usaha kita menafsirkan puisi. Masing-masing
latar membantu pembaca membayangkan situasi dan suasana yang diperlukan untuk
melatari peristiwa (Damono, 2016:39).
Latar dalam puisi
antara lain : Dunia, Laut Lepas, Alam Bebas, Sarang, Benua dan Tepi.
4. Lapis
Keempat
Lapis keempat ialah
lapis “dunia” yang tak usah dinyatakan, tetapi sudah implisit. (Pradopo.18).
Dalam lapis keempat ini
membahas dimana suatu kata pasti mengandung makna. Seperti dalam kata “pergi ke
hidup bebas!” kata bebas disini mengandung arti bahwa pergi ke tempat dimana ia
bisa melakukan apa yang ia anggap benar dengan keinginannya.
5. Lapis
Kelima
Lapis kelima adalah
lapis metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. (Pradopo,2012:19).
Pada lapis ini
menyampaikan makna dimana pesan dari orang tua kepada anaknya. Bahwasanya kelak
seorang anak akan pergi merantau jauh dari orangtua tak lagi seperti saat ia
masih kecil selalu dilindungi dan dirawat. Saat ia tumbuh dewasa datang saatnya
bahwa ia harus pergi mengenal dunia luar lebih jauh lagi. Memahami bagaimana
dunia itu sebenarnya. Dan pada bait dibawahnya mada kata “kita akan bercerita”
dimana kata bercerita dimaknai bahwa si anak agar mengisahkan kisah hidupnya
saat ia berada di perantauan.
Referensi :
=> Pradopo,Rachmat
Djoko.2012.Pengkajian Puisi.Yogyakarta:Gadjah
Mada University Press.
=> Salad,Hamdy.2014.Panduan Wacana dan Apresiasi.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.
=> Maulana, Soni
Farid.2004.Selintas Pintas Puisi
Indonesia.Bandung:Grafindo Media Pratama.
=> Damono, Sapardi
Djoko.2016.Bilang begini maksudnya
Begitu.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
=> Ratih,Rina.2016.Teori dan Aplikasi Semiotik Michael
Riffaterre.Yogyakarta;Pustaka Pelajar.
=> Sumardjo,Jakob
K.M,Saini.1991.Apresiasi Kesusastraan.Jakarta;Gramedia.
=> Ismawati,Esti.2013.Pengajaran Bahasa.Yogyakarta;Ombak.