Minggu, 19 Februari 2017

Definisi Puisi Dari Menganalisis makna 7 Puisi Dari 7 Pengarang yang Berbeda




1.      Sitor Situmorang
SALJU DAN RANTING

Salju dan ranting di kaca
Sunyi putih, tak lahir kuasa
Sunyi putihmu musim tak lalu

Salju dan ranting di kaca
Membenam suara, ingin terhenti
Sunyi menyusup wajah mati

Salju dan ranting di kaca
Angin di dalam ia tiada lalu
Air di tempat berkaca beku

Salju dan ranting di kaca
Setiap musim ia dulu
Salju dan ingin sama tertunggu

Janganlah musim ini berakhir

Refrensi: Simorang, Sitor. 2016. Dalam Sajak, Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya.


2.      Amir Hamzah
TERBUKA BUNGA

Terbuka bunga dalam hatiku!
Kembang rindang  disentuh bibir-kesturi-mu.
Melayah-layah mengintip restu senyumanmu.
Dengan mengelopaknya bunga ini, layulah bunga lampau, kekasihku.
Bunga sunting-hati-ku, dalam masa menggembara menanda dikau.
Kekasihku! Inikah bunga sejati tiada kan layu!

Refrensi: Rosidi, Ajib. 2013. Amir Hamzah Sang Penyair, Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya.


3.      Sapardi Djoko Damono
SEHABIS SUARA GEMURUH

Sehabis suara gemuruh itu yang tampak olehku hanyalah
Tubuhmu telanjang dengan rambut terurai
Mengapung di permukaan air bening yang mengalir tenang –
Tak kausahut panggilanku
(1973)

Refrensi: Damono, Sapardi Djoko. 2015. Hujan Bulan Juni Sepilihan Sajak, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

4.      Chairil Anwar
 DARI DIA
Buat K.

Jangan salahkan aku, kau kudekap
Bukan karna setia, lalau pergi gemerencing ketawa!
Sebab perempuan susah mengatasi
Keterharuan penghidupan yang ‘kan dibawakan
Padanya…

Sebut namaku! ‘ku datang kembali ke kamar
Yang kautandai lampu merah, kaktus di jendela,
Tidak tahu buat berapa lama, tapi pasti di senja samar
Rambutku ikal menyinar, kau senapsu dulu kuhela

Sementara biarkan ‘kuhidup yang sudah
Dijalankan dalam rahsia…
(Cirebon 1946)

Refrensi: Anwar, Chairil. 2016. Aku Ini Binatang Jalang,Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

5.      W.S. Rendra
 LAGU SERDADU

Kami masuk serdadu dan dapat senapang
ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah kami campur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak

Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali
Wahai, tanah yang baik untuk mati
Dan kalau ku telentang dengan pelor timah
cukilah ia bagi puteraku di rumah
(Nopember 1959)

WS. Rendra
http://vidictians.blogspot.co.id/p/ws-rendra.html  (diakses pada 18 Februari 2017)
 


6.      Joko Pinurbo
AKU TIDUR BERSELIMUTKAN UANG
Aku tidur berselimutkan uang.                          
Ketika bangun, tahu-tahu tubuhku sudah telanjang.
(2002) 



7.      Afrizal Malna
MITOS-MITOS KECEMASAN
Kota kami dijaga mitos-mitos kecemasan. Senjata jadi kenangan tersendiri di hati kami, yang akan kembali membuat cerita, saat- saat kami kesepian. Kami telah belajar membaca dan menulis    di situ. Tetapi kami sering mengalami kebutaan, saat merambahi hari-hari gelap gulita. Lalu kami berdoa, seluruh kerbau bergoyang menggetarkan tanah ini. burung-burung beterbangan memburu langit, mengarak gunung-gunung keliling kota.
Negeri kami menunggu hotel-hotel bergerak membelah waktu, mengucap diri dengan bahasa asing. O, impian yang sedang membagi diri dengan daerah-daerah tak dikenal, siapakah  pengusaha besar yang memborong tanah ini. Kami ingin tahu di mana anak-anak kami dilebur jadi bensin. Jalan-jalan bergetar, membuat kota-kota baru sepanjang hari.
Radio menyampaikan suara-suara ganjil di situ, dari kecemasan menggenang, seperti tak ada, yang bisa disapa lagi esok pagi.
1985



Dua definisi puisi serta penjelasannya
1.      Puisi ialah penggambaran suatu keadaan yang dialami seseorang.
Definisi ini digambarkan pada puisi Joko Pinurbo yang berjudul   aku tidur berselimutkan uang  dimana dalam puisi tersebut menggembarkan seorang kupu-kupu malam yang baru saja bangun dari pekerjaan malamnya.

2.      Puisi ialah ungkapan perasaan seseorang yang tengah dirasakan.
Definisi ini digambarkan dalam puisi afrizal malna yang berjudul  mitos-mitos kecemasan. Pada puisi tersebut mereka mengungkapkan perasaan mereka yang tengah gundah serta was-was.